![]() |
gambar diambil dari www.kabine18.de |
Lalu aku datang―katamu, tidak membawa apa-apa, hanya
lentera. Tidak membawa mobil dengan lambang kuda jingkrak atau mobil-mobil
mewah lainnya. Sederhana. Aku hanya menemanimu bercerita―masih katamu. Tapi hal itu bisa menarikmu dari jalan gelapmu.
“Aku punya cerita dan kamu selalu menyediakan telinga,”
katamu. “Entah kenapa, itu yang membuatku suka di depanmu berlama-lama. Membawa
banyak sekali cerita. Lalu aku akan bercerita tentang apa saja. Tentang
aku, tentang jalan gelapku, tentang teman-temanku. Semuanya. Dan kamu
mendengarkan tidak hanya dengan telinga, tapi juga matamu, sikap dudukmu,
bahkan mulutmu yang hanya akan berbicara setelah aku berhenti bercerita. Apa
kamu tahu betapa menyenangkan itu?”
Iya, aku tahu. Tapi apa kamu juga tahu aku merasakan
kesenangan itu jauh berlipat daripada kamu? Dan sebenarnya, ini pertama kalinya
aku jenak berlama-lama mendengarkan seseorang cerita. Apa itu kamu juga tahu? Tidak? Ya
sudah, lupakan saja.
Yang menjadi masalah kemudian adalah, aku jatuh cinta.
Sebuah hal yang seharusnya tidak boleh karena kita berbeda, setidaknya
menurutku kita berbeda. Kamu, yang punya semuanya; kecantikan, kepintaran, sifat
lucu dan manjamu, kekayaan; ah, sudahkah aku bilang kamu memiliki semuanya? Dan
aku, lelaki biasa yang mengagumi tidak hanya dari mata, tapi dari hati, waktu
dan pikiranku juga. Apa ini seimbang?
Aku pernah bercerita tentang hal itu. Tentu saja aku tidak
menyebut namamu. Aku hanya berkata sedang jatuh cinta dengan seseorang, tapi
kami berbeda liga. Terlalu jauh. Dan kamu hanya mengatakan, “Ah, terlalu banyak
berpikir.” Hal itu selalu membuatku bertanya apa iya aku terlalu banyak
berpikir? Apa iya sebenarnya hanya ketakutanku saja?
Dan ketika kamu bercerita tentang belum punya cinta, aku
selalu berkata, “Ah, untuk orang seperti kamu, pasti mudah sekali mendatangkan
cinta.”
Kamu selalu diam, dan aku pun terkejut ikut diam. Seharusnya
aku tidak mengatakan itu, lagi, lagi, dan lagi. Karena aku tahu apa yang akan
kamu tanyakan sekarang.
“Seperti aku? Define?”
Nah, tu kan.
Kamu pasti akan meminta penjabaran. Dan di sini kita lagi, seperti de javu. Aku
menceritakan pendapatku tentangmu. Bahwa kamu cantik sekali, lucu, pintar, bisa
membuat orang di sekitarmu nyaman, bla, bla, bla. Lalu kamu hanya memandangku
dengan senyum tak biasa. Dan mata itu, ah, seperti ada sesuatu yang tersimpan
di sana dan aku
tidak bisa melihatnya.
Sial. Boleh aku melihat apa yang tersimpan di sana?
Sudah berapa kali kita seperti itu? Mengulang dialog yang
sama, tatapan sama, kediaman sama, degub jantung kencangku yang sama? Tapi tak
pernah terjadi apa-apa setelah itu. Tidak ada kata cinta keluar dari mulutku.
Tetapi, kamu pasti tahu aku mencintaimu kan? Pasti tahu dari caraku menyediakan
waktuku, dari caraku menjabarkan tentangmu. Masalahnya adalah, aku tak pernah
bisa mengatakan itu, sampai sekarang. Sudah setahun aku mendengar ceritamu.
Terus. Dan sudah setahun aku menyimpan rapat cintaku, meski kita dan beberapa
teman kita sama-sama tahu bahwa aku … mencintaimu.
Sampai pada suatu ketika, di sinilah kita, di bandara. Kamu
hanya memintaku mengantar di sana
tapi tetap tidak mau mengatakan kamu mau ke mana. Nanti saja setelah di
bandara, katamu.
Di sana
kamu hanya memintaku duduk di sebuah kafe kecil di pojok bandara. Sengaja
memilih tempat ini karena sepi, katamu, jadi bisa berbicara berdua.
Aku bingung. Berbicara
apa? Ada apa?
“Aku mau pergi,” itu katamu.
Iya, tentu saja aku
tahu kamu mau pergi. Kita kan
sedang di bandara. Tapi aku belum sempat mengatakan kalimatku itu.
“Tapi ada yang ingin aku lakukan dulu sebelum itu,” katamu
lagi.
“Apa?”
“Ini,” lalu entah kenapa, aku merasa waktu berhenti. Aku
tidak mendengar suara apa-apa, tidak melihat apa-apa, kecuali kamu.
Benarkah ini? Atau ini imajinasiku saja?
Semua berlalu cepat. Terlalu cepat meski tadi aku merasa
waktu sedang berhenti. Tapi tetap saja terlalu cepat.
KAMU MENCIUM BIBIRKU!
Kamu tersenyum, “Aku selalu ingin merasakan bagaimana
bibirku bersentuhan dengan bibirmu. Hangat, nyaman, seperti ada aliran listrik kecil
di seluruh tubuhku.”
Itu? Kecil?Aku merasa seperti gempa!
Aku masih diam. Termangu.
Kamu pasti tidak tahu apa yang terjadi sekarang di dadaku, bukan?
“Aku mau pergi. Lama. Ada
lelaki yang meminangku. Sudah setahun aku menunggu seseorang yang selalu
menemani separuh rotasi bumiku di siang hari, kadang juga malam hari untuk
mengatakan cintanya. Sayangnya aku tidak pernah mendengarnya. Lelaki itu, yang selalu menemaniku bercerita, tidak pernah mengucapkan cinta. Beberapa bulan
lalu, seseorang mendekatiku. Dia baik dan aku menerima cintanya. Bukankah kamu
bilang, untuk menuju tempat yang diinginkan, kita harus meninggalkan tempat
yang sekarang? Ini aku, meninggalkan tempat yang sekarang.”
Dia berdiri, tersenyum, berkata,”Kamu, lelaki yang paling
bisa membuatku nyaman dalam bercerita. Kamu, beda dengan hampir semua lelaki
yang kukenal sebelumnya. Tapi, aku tahu, kita pasti berbahagia, entah bersama
atau sendiri-sendiri di kemudian hari.”
Aku masih belum bisa berkata apa-apa. Ada panas di mata, ada ... entah apa, tapi
seperti ada yang meremas sesuatu di dadaku.
“Suatu hari nanti, kalau kita berjumpa lagi, … ah lupakan. Aku
pergi.” Dia tersenyum dengan mata merah. Aku tidak suka tatapannya.
Aku masih diam terpaku. Dia membelakangiku dan berjalan
menjauh. Dari belakangnya, aku melihat dia seperti mengusap mata.
Tolong berhenti! Berhenti di situ! Ini, kuberikan lagi waktuku. Lebih banyak dari sebelumnya. Semuanya! Tukar dengan hatimu. Tapi tolong berhenti. Sekarang juga. Kumohon.
Aku masih menatapnya tanpa suara di bibir, hanya di dada.
Ciuman itu, ciuman pertamaku. Sepertinya ciuman kenangan. Asal kamu tahu, aku benci jika hanya menjadi kenangan.
Ciuman itu, ciuman pertamaku. Sepertinya ciuman kenangan. Asal kamu tahu, aku benci jika hanya menjadi kenangan.
Kamu lupa, bahwa meski tidak mengatakannya, tapi kamu tahu aku mencintaimu. Kumohon berhenti sekarang dan biar aku mengatakannya.
Bisa aku meminta hal itu saja?
12 komentar:
dan akupun ikut terdiam setelah kubaca tulisanmu....
dadaku sesak dan lidahku kelu....karena haru.....
#sibuk nyari tissue neh...wkwkwkwkk.....
weldone Rick....!!!!
Hai, permisi berkunjung. Bagus. :')
@Anoni 1: pasti mbak Tunis ya.... maaf mbak jadi sibuk nyari tisu. :D
@Anonim_2: Ah, justru saya yang senang dikunjungi. :)
mantap, romantisnya dapet... sukses ya? :)
@_EmalkU_: Terimakasih. Puisi-puisinya juga bagus, barusan berkunjung keblog Kejujuran Sunyi. ^^
Permisi mas, berkunjung, dan bagus, hiks :')
@Zahrina: Selamat pagi Zahrina. Aku sedang berkunjung ke blogmu. pada saat menulis ini. :) Juga bagus.
Sebuah pertemuan tentu ada perpisahan, tapi akan lebih sulit berpisah dengan orang yang kita cinta. Dalem banget yah hehehe aku sedang menelusuri blogmu ini, semoga saja bisa kenal lebih jauh denganmu, serta karakter menulismu :) Salam sesama pecinta sastra! ;)
speechless :'(
semua artikel nya sukses bikin aku tambah galau mas broh #nangiskejer
Diterbitin aja, Mas. Bagus!
Tulisannya bagus-bagus, layak terbit menurutku. Ayo dibukukan saja mas :)
Posting Komentar